Jumat, 25 Juni 2010

Rapid dan Slow Mixing pada Instalasi Pengolahan Air Minum (Part 02)

Rapid dan Slow Mixing pada Instalasi Pengolahan Air Minum (Part 02)

Rapid dan Slow Mixing pada Instalasi Pengolahan Air Minum (Part 02)

Sesuai dengan namanya, di unit ini terjadi pengadukan dengan intensitas rendah atau lambat dengan gradasi menurun. Unit ini pun sering disebut flokulator dan fungsinya untuk meningkatkan jumlah kontak antarpartikel yang sudah dikoagulasi dengan cara pengadukan (agitation) yang gradien kecepatannya makin lambat dan waktunya lebih lama dibandingkan dengan rapid mixing. Selama agitasi ini mikroflok berkembang menjadi makroflok yang berat sehingga mudah mengendap. Kerapkali terjadi, karena pertumbuhan floknya begitu cepat, endapannya sudah menumpuk di bagian akhir flokulator sebelum masuk ke unit sedimentasi (klarifikasi). Tentu saja endapan di flokulator ini tidak diharapkan karena fungsinya hanya sebagai penumbuh flok. Oleh sebab itu, unit flokulator hendaklah dilengkapi dengan pipa penguras (drain pipe) agar mudah dibersihkan.
Ingin tahu lebih lanjut?


Seperti pada rapid mixing, ada beberapa cara yang dapat diterapkan untuk dijadikan mode flokulator, yaitu cara hidrolis dan mekanis. Kekecualiannya adalah pada cara pneumatis, sebab tidak bisa (sulit sekali) diterapkan lantaran agitasinya sangat tinggi sehingga gradien kecepatannya pun tinggi yang menyulitkan pertumbuhan flok. Dua cara di atas, yaitu hidrolis dan mekanis, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan sehingga pilihan yang tepat bergantung pada sejumlah pertimbangan seperti kualitas air baku, debit yang diolah, energi potensial (berkaitan dengan aliran secara gravitasi), tenaga operator, biaya investasi, operasi dan perawatannya. Bisa juga didasarkan pada pertimbangan penyediaan sarana penelitian untuk perkembangan ilmu dan teknologi pengolahan air. Untuk poin terakhir ini, barangkali peran PDAM perlu lebih ditingkatkan sehingga memiliki laboratorium lapangan tentang pengolahan air.

Apapun jenis atau tipenya, flokulasi selalu dipengaruhi oleh kriteria desain yang diadopsi. Begitu juga, pada satu jenis flokulator dapat saja dibuat beberapa macam modus operasi. Misalnya, pada tipe hidrolis, modusnya bisa bermacam-macam, seperti helikal, naik-turun, berkelok, flokufiltrasi, dll. Meskipun demikian, umumnya ada dua mekanisme utama dalam flokulasi, yaitu perikinetik dan ortokinetik. Perikinetik terjadi karena gerakan random termis (thermal) molekul air yang efektif terjadi pada partikel berukuran 1 s.d 2 mikron. Ortokinetik dipengaruhi oleh gradien kecepatan, gerak air atau energi dissipasi yang diberikan ke dalam air. Mekanisme kedua adalah fenomena utama dalam pengolahan air. Selain itu, gerakan zigzag dan kecepatan yang variatif menyebabkan tabrakan atau benturan antarpartikel atau flok sehingga bisa juga menyebabkan penggumpalan (agregasi flok) seperti terjadi pada sludge blanket atau upflow solid contact clarifier.

Mekanisme benturan antarpartikel ini dijelaskan oleh teori Smoluchowski (1916) yang modelnya dapat dianalisis dengan diferensial-integral yang menghasilkan simpulan bahwa jumlah tabrakan bergantung pada jumlah partikel, gradien kecepatan, dan diameter partikel. Hubungan serupa, yakni masih berkaitan dengan jumlah partikel dan gradien kecepatannya, dinyatakan oleh Camp & Stein dengan formula seperti yang ditulis pada artikel sebelumnya. Selanjutnya Camp mengemukakan bahwa konsentrasi dan ukuran flok dipengaruhi oleh gradien kecepatan dan waktu. Gradien kecepatan yang tinggi dapat merusak flok yang telah terbentuk menjadi mikroflok atau bahkan menjadi partikel koloid lagi.

Dalam flokulasi jumlah partikel yang berbenturan atau tabrakan merupakan langkah awal pembentukan flok dan merupakan fungsi dari gradien kecepatan dan waktu detensi. Rentang gradien kecepatan dan waktu detensi yang biasa digunakan dalam desain diberikan pada Tabel 2.

Dalam bahasan selanjutnya diberikan beberapa jenis flokulator yang banyak dibuat di PDAM dan ada juga yang baru dalam skala pilot atau bahkan skala laboratorium di perguruan tinggi. Buku Theory and Practice of Water and Wastewater Treatment karya Ronald Droste (1997) menguraikan dengan cukup lengkap beberapa flokulator yang sudah diterapkan, minimal dalam skala pilot. Beberapa di antaranya diberikan di bawah ini.

Paddle flocculator. Jenis ini biasanya untuk instalasi berkapasitas sangat besar dengan kualitas air permukaan yang fluktuatif. Setiap ruangnya berisi paddle yang jumlahnya bervariasi, bergantung pada nilai G yang diinginkan terjadi di dalam pengolahannya. Unit ini ada yang paddle-nya searah dengan aliran air dan ada juga yang tegak lurus terhadap arah aliran air. Kedalaman ruang atau kompartemennya juga ada yang sama atau datar dan ada yang makin dalam atau menurun dengan kemiringan tertentu. Biaya investasi, operasi, dan perawatannya sangat mahal, sarat dengan teknologi sehingga hanya cocok untuk kota besar.

Pipe flocculator. Ini termasuk jenis yang jarang diterapkan di PDAM atau malah belum ada yang menerapkannya. Pipa yang dijadikan flokulator ini dapat dibentuk dengan pola apa saja, apalagi kalau yang digunakan adalah pipa yang elastis, misalnya berbahan HDPE. Jenis yang "menantang" untuk diterapkan di PDAM adalah flokulator pilin (Helical Flocculator, MAM edisi Desember 2006). Malah bentuknya, seperti ditulis dalam MAM edisi tersebut, dapat memperindah instalasi agar tidak “kaku” dan "menjemukan". Unit yang dalam skala laboratorium sudah dijadikan objek penelitian di perguruan tinggi ini menghasilkan kinerja yang memuaskan.

Berikutnya adalah Upflow Solid Contact Clarifier. Di dalam unit ini terjadi tiga macam proses operasi, yaitu rapid mixing, slow mixing, dan klarifikasi. Pada bagian klarifikasi timbul lapisan lumpur (sludge blanket) sehingga dapat menghalangi dan menangkap mikroflok. Kesulitan unit ini adalah pada proses penumbuhan lapisan lumpur dan menjaganya agar tetap stabil ketika dibersihkan. Yang masih tergolong flokulator hidrolis adalah Alabama Flocculator. Kali pertama unit ini dibuat di Alabama dan sukses diterapkan di Amerika Latin. Pebble Bed Flocculator. Ini termasuk yang unik dalam pengolahan air. Flokulasi terjadi di dalam rongga antarbutir kerikil, mirip dengan filtrasi. Hanya saja, media butirnya jauh lebih besar daripada media filter, bahkan lebih besar daripada roughing filter. Mekanisme alirannya mengikuti formula yang biasa diterapkan dalam desain dan operasi filter konvensional, khususnya rapid sand filter.

Ada satu lagi yang termasuk hidrolis yaitu Surface Contact Flocculator. Bermula dari India, unit ini lebih diarahkan untuk mengolah air berdebit kecil. Kesulitan operasi pada pebble bed flocculator berupa sumbatan (clogging), tidak terjadi pada unit ini. Terdiri atas pelat dan sekat yang dipasang zigzag atau selang-seling untuk mendapatkan proses pengadukan, model flokulator ini menunggu untuk diteliti dalam skala laboratorium maupun pilot. Adakah PDAM yang bersemangat mendukungnya? Yang terakhir adalah Baffled Channel. Jenis ini adalah flokulator yang relatif banyak di PDAM, baik yang aliran airnya turun-naik maupun yang berkelok. Berikut diberikan contoh flokulator kanal kelok yang dibangun di PDAM Kota Tarakan, diterbitkan atas seizin direksinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar