Jumat, 25 Juni 2010

Indonesia Pinjam $300 Juta dari Prancis

Indonesia menerima pinjaman 300 juta dolar AS dari Agence Francaise de Develompment (AFD) untuk mendukung implementasi matrix policy dalam rangka program climate change di Indonesia.

Perjanjian pinjaman itu ditandatangani Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Rahmat Waluyanto dan Direktur AFD di Indonesia Joel Daligault di Gedung AA Maramis Kementerian Keuangan Jakarta.



Tujuan pinjaman program perubahan iklim adalah untuk mendukung reformasi kebijakan yang sedang berjalan dalam menghadapi berbagai isu perubahan iklim melalui sejumlah sasaran/kegiatan yang termaktub dalam kerangka tiga tahunan matix policy.

Matrix policy tiga tahunan itu mencakup bidang mitigasi (kehutanan, energi), adaptasi (pertanian, air), dan isu-isu lintas sektoral.

Pertemuan terakhir komite pengarah Pinjaman Program Perubahan Iklim (CCPL) menyetujui hasil kegiatan tahun 2009 yang memuaskan dan telah memutuskan beberapa sasaran dan kegiatan untuk 2010.

Rahmat Waluyanto menyebutkan, pada 2008 dan 2009, AFD telah memberikan pinjaman tahap pertama dan kedua sebesar 200 dan 300 juta dolar AS, dalam pendanaan bersama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA). JICA akan turut memberikan pinjaman sebesar 300 juta dolar AS untuk mendukung tahap ketiga ini.

Bank Dunia juga akan bergabung dengan CCPL mulai 2010 ini, dengan kontribusi sebesar 200 juta dolar AS. AFD merupakan institusi keuangan untuk pembangunan untuk melawan kemiskinan dan mendukung pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang dan wilayah Prancis di luar negeri.

Indonesia Berutang 1,9 Miliar Dollar Untuk Dana Perubahan Iklim

Indonesia Berutang 1,9 Miliar Dollar Untuk Dana Perubahan Iklim


Akibat dampak perubahan iklim membuat pemerintah terpaksa harus kembali menambah utang dari negara maju sekitar 1,9 miliar dolar Amerika Serikat (AS) dalam periode tiga terakhir ini.

"Total pinjaman program perubahan iklim atau CCPL mencapai 1,9 miliar dolar AS," kata Direktur Pinjaman dan Hibah Luar Negeri Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, Maurin Sitorus, di Gedung AA Maramis Kemenkeu, Jakarta, Kamis seperti dilansir Antara.

Maurin merinci, jumlah 1,9 miliar dolar AS itu terdiri dari total pinjaman dari Perancis sebesar 800 juta dolar AS, Jepang 900 juta dolar AS, dan dari Bank Dunia senilai 200 juta dolar AS.

Maurin mengungkapkan, tiga kreditur itu, Bank Pembangunan Asia (ADB) juga sudah menyatakan keinginannya untuk bergabung memberikan pinjaman program perubahan iklim kepada Indonesia.

"ADB mungkin mulai bergabung 2011, belum ada komitmen, mereka baru menyatakan ketertarikan kepada program CCPL di Indonesia," katanya.

Lebih lanjut Maurin menjelaskan bahwa pinjaman CCPL masuk ke dalam pinjaman program dan bukan ke dalam pinjaman proyek.

"Uang ini nanti masuk ke kas negara untuk menutup defisit APBN. Kalau pemerintah perlu tinggal ngambil dari sini. Dana itu tidak ditujukan khusus untuk suatu proyek/kegiatan tertentu," katanya.

Ia menyebutkan, kreditur memberikan pinjaman dengan persyaratan lunak karena pemerintah memiliki policy matrix terkait perubahan iklim.

"Kita dapat reward saja karena kita punya program yang bagus, kontrolnya hanya di kebijakan yang ditempuh pemerintah, apa sudah ditempuh atau belum," katanya.

CCPL terakhir yang ditandatangani Indonesia adalah dari Prancis dengan jumlah sebesar 300 juta dolar AS.

"Pinjaman ini merupakan pinjaman dengan special rate atau lebih murah dibanding lain. Tenor pinjaman selama 15 tahun dengan grace periode lima tahun," kata Maurin.

Rencana Global Gagal Menangkap Karbon



Dunia gagal mewujudkan sasaran untuk mengembangkan teknologi guna menangkap karbon, kata pengawas energi negara ekonomi industri, Senin (14/6), saat lembaga itu melapor kembali ke negara G8 mengenai janji masa lalu mereka.

Pada pertemuan puncak di Jepang dua tahun lalu, delapan negara ekonomi terkemuka di dunia mendukung sasaran Badan Energi Internasional (IEA) untuk meluncurkan 20 proyek berskala besar guna memperlihatkan teknologi untuk menangkap dan menyimpan karbon paling lambat pada 2010.

Pada kenyataannya, hanya lima proyek semacam itu yang beroperasi saat ini, semuanya dilancarkan sebelum pertemuan puncak 2008, kata penasehat IEA kepada 28 negara maju sebelum pertemuan puncak G8 di Kanada pekan depan.

Tak satu pun dari proyek yang ada tersebut melakukan uji-coba rangkaian penuh pemrosesan CCS, yang melibatkan penangkapan dan kemudian penyaringan serta penyimpanan buangan karbon di bawah tanah dari pembangkit listrik tenaga gas dan batu bara.

"(Sasaran 2010) tetap menjadi tantangan dan akan mengharuskan semua pemerintah dan sektor industri bekerja sama," kata IEA dalam satu laporan ke pertemuan puncak Kelompok 8 Negara Industri (G8) di Kanada, sebagaimana dilaporkan kantor berita Inggris, Reuters seperti dilansir Antara.

Namun, satu proyek baru Australia telah meluncurkan dan melanjutkan pembangunan guna mengujicoba proses penuh CCS. Yang juga menjadi catatan positif, IEA memperkirakan pemerintah telah menyampaikan komitmen selama dua tahun belakangan untuk menyediakan 26 miliar dolar AS, dengan keperluan anggaran tahunan antara 5 miliar dan 6,5 miliar dolar AS selama satu dasawarsa selanjutnya.

IEA menyatakan bahwa CCS adalah teknologi penting guna memerangi perubahan iklim karena itu dapat memungkinkan negara berkembang terus membakar pasokan batu bara murah dan tetap mengekang buangan karbon, saat mereka berusaha menumbuhkan ekonomi mereka.

Negara berkembang sekarang menjadi sumber utama global peningkatan buangan gas rumah kaca. IEA memperkirakan bahwa sebanyak 100 proyek CSS berskala besar diperlukan di seluruh dunia paling lambat pada 2020, sebanyak separuhnya di negara berkembang, guna memelihara ambang aman perubahan iklim.

Laporan yang dikeluarkan Senin (14/6) memperhitungkan bahwa pemerintah terikat komitmen antara 19 dan 43 proyek besar paling lambat pada 2020, dan menyampaikan perkiraan lain mengenai 80 proyek dalam berbagai tahap pembangunan.

"Upaya yang jauh lebih besar akan diperlukan guna memenuhi tingkat penggelaran masa depan," katanya.

Kenapa baterai bekas gak boleh dibuang ke tempat sampah?

Kenapa baterai bekas gak boleh dibuang ke tempat sampah?

Coba perhatikan, ada berapa banyak barang di rumah kita yang menggunakan baterai? Ada mainan, jam tangan, jam dinding, ponsel, remote TV, kamera, iPod, dll. Lalu, apa yang kita lakukan jika baterai sudah tidak bisa dipakai lagi?

Ternyata kita semua membuang baterai ke tempat sampah, padahal itu berbahaya sekali loh! Kenapa?



Sampah baterai sesungguhnnya termasuk sebagai sampah B3 (Bahan Berbahaya & Beracun), karena di dalamnya mengandung berbagai logam berat, seperti merkuri, mangan, timbal, kadmium, nikel dan lithium, yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan kita.

Baterai bekas yang dibuang ke TPS atau TPA akan mencemari tanah, air tanah, sungai, danau...dan akhirnya meracuni air yang kita pakai untuk minum, mandi dan mencuci. Hiiiy...serem kan??!

Lalu, apa yang harus dilakukan?
Jangan buang sampah baterai ke tempat sampah. Kumpulkanlah sampah baterai di rumah/kantor, lalu berikan ke tempat pengumpulan baterai.

Jenis sampah baterai yang dikumpulkan:
- baterai ukuran AA, AAA, C & D
- baterai jam tangan (yang kecil seperti tablet)
- baterai lithium: baterai HP, kamera digital, baterai laptop, dll
- baterai rechargeable

Untuk apa sampah baterai dikumpulkan?
Sampah baterai akan diserahkan kepada pihak penyedia jasa pengelolaan sampah B3 (bahan berbahaya & beracun) yang sudah memenuhi standar manajemen limbah, yaitu WMI - Waste Management Indonesia. Sebagian besar komponen baterai akan didaur ulang, sementara komponen seperti kadmium dan mangan akan dinetralisir dan kemudian dikubur dengan mekanisme yang sudah memenuhi standar manajemen limbah agar tidak mencemari air tanah.

Efisiensi energy listrik dimulai dari rumah tangga

Efisiensi energy listrik dimulai dari rumah tangga

Seperti kata orang orang dahulu mulailah dari diri sendiri, begitu pula dengan energy mulailah dari sendiri. Dalam energy yang harus kita efisienkan terutama energy yang tidak dapat diperbaharui seperti bahan bakar minyak dan batubara yang merupakan bahan bakar pembangkit listrik. Energy listrik sebagai bahan bakar setiap rumah harus diefisienkan juga. Konsumsi terbesar diperkotaan energy listrik adalah untuk AC,kemudian pompa air, dan lampu.

AC sangat menyedot energy listrik dikarenakan kompresor yang bekerja maksimal dan memacu kerja motor listrik yang tinggi. Untuk itu AC harus kita kurangi dan kita sadari bahwa kita harus hemat energy. Sirkulasi udara yang baik dapat menghindari kita untuk menggunakan AC yang maksimal. Kemudian pompa air yang menggunakan motor, sebaiknya dibuat penampungan air yang cukup agar pompa tidak bekerja terus terusan. Lampu disiang hari sebaiknya di hindari lebih baik menggunakan cahaya matahari.
Ada beberapa hal yang harus di perhatikan dalam effsiensi ini antara lain :



1. Sejak kecil anak kita, kita ajarkan mengenai hemat energy terutama mengenai praktek dengan mencontohkan untuk berhemat, ya dengan member contoh karena anak biasanya meniru perbutan orang tuanya jika orang tuanya tidak hemat anak cenderung untuk tidak hemat.
2. Ajarka pengetahuan mengenai listrik dari mana listrik itu berasal dan dengan apa listrik itu dihasilkan, ya dengan pengorbanan yang cukup sulit sehingga kita akan merasa sayang jika listrik itu terbuang dengan percuma.
3. Menciptakan energy listrik sendiri terutama untuk energy yang dapat diperbaharui seperti matahari, air udara, sampah tenaga hewan atau manusia karena energy ini dapat di perbaharui dengan mudah, ya jadi ajarkan kepada kita cara menghasilkannya.
4. Promosikan dengan gencar baik oleh pemerintah maupun swasta, jadi semakin sering kita di nasehati, kemungkinan kita akan sadar, ibarat batu yang sering di tetesi air sekeras apapun batu yang sering ditetesi air yang lunak akan melubangi batu itu, demikian pula denga kita, walaupun kita kecil tapi sering saya yakin kita akan bisa berhemat.
5. Mulai dari diri sendiri, ya mulai dari saya, jika saya mampu kemudian keluarga kita jika keluarga kita mampu ketetangga kita dan seterusnya.
6. Gunakan listrik pra bayar, yakni listrik yang kita beli dahulu dan kita dapat daya dari PLN. Ini sangat membantu karena kita dapat mengontrol kebutuhan listrik yang akan kita gunakan. Sayang promosi listrik pra bayar ini kurang gencar sehingga hanya sebagian orang saja yang mengetahuinya.
Demikian pemikiran mengenai hemat energy,

Kiat Mengatasi Pemadaman Bergilir

Kiat Mengatasi Pemadaman Bergilir

Saat ini tahun 2010, di televisi kita saksikan pada siaran berita banyak masyarakat yang protes kepada PLN mengenai pemadaman bergilir, bahkan ada yang berbuat anarkis dengan membakar kantor PLN. Saya tidak mendukung PLN atau masyarakat yang protes dengan pemadaman bergilir namun saya ada sedikit gambaran mengenai kelistrikan di negeri kita, yang jika kita terapkan menurut saya akan lebih baik dan bijaksana.
Ingin tahu? Baca yaa..


Sejak sekolah dasar kita sudah diajarkan listrik berasal dari mana, ya ada sumber daya listrik yakni sumber arus searah (DC) dan sumber arus bolak balik (AC). Sumber listrik searah kebanyakan dihasilkan dari bahan bahan kimia seperti seperti ACCU atau kita menyebutnya dengan aki, ada beberapa jenis ACCU yakni accu kering dan ACCU basah, biasanya ACCU kering jika sudah terjadi reaksi kimia tidak dapat di daur ulang sedangkan ACCU basah bisa dig anti cairanya dan dapat berfungsi lagi. Sedangkan sumber listrik arus bolak balik di hasilkan dari pemotongan medan magnet para nrangkaian magnet, sumber AC ini dihasilkan dari energy gerak karena jika ingin memotang medan magnet maka harus ada gerakan, jadi stiap gerakan akan menghasilkan energy AC.

PLN atau Perusahaan Listrik Negara memproduksi energy AC dan di didistribusikan ke masyarakat, jika beban lebih besar daripada sumber, terpaksa PLN memadamkan beban artinya pelanggan tidak mendapat aliran listrik.

Dari penjelasan diatas jika listrik yang dihasilkan oleh PLN mengalami kekurangan kita tidak perlu khawatir karena listrik dapat kita hasilkan kapan saja jika di daerah kita terdapat sumber alam zat kimia kita bisa menghasilkan listrik dengan sumber DC. Begitu pula denga sumber DC setiap gerakan akan menghasilkan sumber AC.

Yang paling mudah adalah menghasilkan energy listrik AC, kenapa karena dengan medan magnet dan gerakan kita dapat menghasilkan listrik. Kita tahu kita hidup dengan bergerak jadi setiap gerakan kita akan menghasilkan listrik. Seperti hukum kekekalan energy tidak ada energy yang terbuang energy yang kita keluarkan akan kita rubah menjadi energy lainya. Mudah bukan.

Nah jika PLN mematikan sumber listrik kita tak perlu khawatir karena kita bisa menghasilkan listrik jika kita mau. Jadi dari pada demo mendingan kita diskusi untuk mengasilkan energy listrik yang sangat mudah kita hasilkan, tapi jangan diskusi aja langsung kita kumpulkan dana dan kita produksi listrik dan dibagi bagi kemasyarakat.

Untuk PLN tolong dong ajarkan ke masyarakat agar dapat menghasilkan listrik, jika kita sudah punya energy listrik sendiri gak perlu beli kePLN lagi. Atau kita bisa jual ke PLN mungkin ini lebih baik.

Rapid dan Slow Mixing pada Instalasi Pengolahan Air Minum (Part 02)

Rapid dan Slow Mixing pada Instalasi Pengolahan Air Minum (Part 02)

Rapid dan Slow Mixing pada Instalasi Pengolahan Air Minum (Part 02)

Sesuai dengan namanya, di unit ini terjadi pengadukan dengan intensitas rendah atau lambat dengan gradasi menurun. Unit ini pun sering disebut flokulator dan fungsinya untuk meningkatkan jumlah kontak antarpartikel yang sudah dikoagulasi dengan cara pengadukan (agitation) yang gradien kecepatannya makin lambat dan waktunya lebih lama dibandingkan dengan rapid mixing. Selama agitasi ini mikroflok berkembang menjadi makroflok yang berat sehingga mudah mengendap. Kerapkali terjadi, karena pertumbuhan floknya begitu cepat, endapannya sudah menumpuk di bagian akhir flokulator sebelum masuk ke unit sedimentasi (klarifikasi). Tentu saja endapan di flokulator ini tidak diharapkan karena fungsinya hanya sebagai penumbuh flok. Oleh sebab itu, unit flokulator hendaklah dilengkapi dengan pipa penguras (drain pipe) agar mudah dibersihkan.
Ingin tahu lebih lanjut?


Seperti pada rapid mixing, ada beberapa cara yang dapat diterapkan untuk dijadikan mode flokulator, yaitu cara hidrolis dan mekanis. Kekecualiannya adalah pada cara pneumatis, sebab tidak bisa (sulit sekali) diterapkan lantaran agitasinya sangat tinggi sehingga gradien kecepatannya pun tinggi yang menyulitkan pertumbuhan flok. Dua cara di atas, yaitu hidrolis dan mekanis, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan sehingga pilihan yang tepat bergantung pada sejumlah pertimbangan seperti kualitas air baku, debit yang diolah, energi potensial (berkaitan dengan aliran secara gravitasi), tenaga operator, biaya investasi, operasi dan perawatannya. Bisa juga didasarkan pada pertimbangan penyediaan sarana penelitian untuk perkembangan ilmu dan teknologi pengolahan air. Untuk poin terakhir ini, barangkali peran PDAM perlu lebih ditingkatkan sehingga memiliki laboratorium lapangan tentang pengolahan air.

Apapun jenis atau tipenya, flokulasi selalu dipengaruhi oleh kriteria desain yang diadopsi. Begitu juga, pada satu jenis flokulator dapat saja dibuat beberapa macam modus operasi. Misalnya, pada tipe hidrolis, modusnya bisa bermacam-macam, seperti helikal, naik-turun, berkelok, flokufiltrasi, dll. Meskipun demikian, umumnya ada dua mekanisme utama dalam flokulasi, yaitu perikinetik dan ortokinetik. Perikinetik terjadi karena gerakan random termis (thermal) molekul air yang efektif terjadi pada partikel berukuran 1 s.d 2 mikron. Ortokinetik dipengaruhi oleh gradien kecepatan, gerak air atau energi dissipasi yang diberikan ke dalam air. Mekanisme kedua adalah fenomena utama dalam pengolahan air. Selain itu, gerakan zigzag dan kecepatan yang variatif menyebabkan tabrakan atau benturan antarpartikel atau flok sehingga bisa juga menyebabkan penggumpalan (agregasi flok) seperti terjadi pada sludge blanket atau upflow solid contact clarifier.

Mekanisme benturan antarpartikel ini dijelaskan oleh teori Smoluchowski (1916) yang modelnya dapat dianalisis dengan diferensial-integral yang menghasilkan simpulan bahwa jumlah tabrakan bergantung pada jumlah partikel, gradien kecepatan, dan diameter partikel. Hubungan serupa, yakni masih berkaitan dengan jumlah partikel dan gradien kecepatannya, dinyatakan oleh Camp & Stein dengan formula seperti yang ditulis pada artikel sebelumnya. Selanjutnya Camp mengemukakan bahwa konsentrasi dan ukuran flok dipengaruhi oleh gradien kecepatan dan waktu. Gradien kecepatan yang tinggi dapat merusak flok yang telah terbentuk menjadi mikroflok atau bahkan menjadi partikel koloid lagi.

Dalam flokulasi jumlah partikel yang berbenturan atau tabrakan merupakan langkah awal pembentukan flok dan merupakan fungsi dari gradien kecepatan dan waktu detensi. Rentang gradien kecepatan dan waktu detensi yang biasa digunakan dalam desain diberikan pada Tabel 2.

Dalam bahasan selanjutnya diberikan beberapa jenis flokulator yang banyak dibuat di PDAM dan ada juga yang baru dalam skala pilot atau bahkan skala laboratorium di perguruan tinggi. Buku Theory and Practice of Water and Wastewater Treatment karya Ronald Droste (1997) menguraikan dengan cukup lengkap beberapa flokulator yang sudah diterapkan, minimal dalam skala pilot. Beberapa di antaranya diberikan di bawah ini.

Paddle flocculator. Jenis ini biasanya untuk instalasi berkapasitas sangat besar dengan kualitas air permukaan yang fluktuatif. Setiap ruangnya berisi paddle yang jumlahnya bervariasi, bergantung pada nilai G yang diinginkan terjadi di dalam pengolahannya. Unit ini ada yang paddle-nya searah dengan aliran air dan ada juga yang tegak lurus terhadap arah aliran air. Kedalaman ruang atau kompartemennya juga ada yang sama atau datar dan ada yang makin dalam atau menurun dengan kemiringan tertentu. Biaya investasi, operasi, dan perawatannya sangat mahal, sarat dengan teknologi sehingga hanya cocok untuk kota besar.

Pipe flocculator. Ini termasuk jenis yang jarang diterapkan di PDAM atau malah belum ada yang menerapkannya. Pipa yang dijadikan flokulator ini dapat dibentuk dengan pola apa saja, apalagi kalau yang digunakan adalah pipa yang elastis, misalnya berbahan HDPE. Jenis yang "menantang" untuk diterapkan di PDAM adalah flokulator pilin (Helical Flocculator, MAM edisi Desember 2006). Malah bentuknya, seperti ditulis dalam MAM edisi tersebut, dapat memperindah instalasi agar tidak “kaku” dan "menjemukan". Unit yang dalam skala laboratorium sudah dijadikan objek penelitian di perguruan tinggi ini menghasilkan kinerja yang memuaskan.

Berikutnya adalah Upflow Solid Contact Clarifier. Di dalam unit ini terjadi tiga macam proses operasi, yaitu rapid mixing, slow mixing, dan klarifikasi. Pada bagian klarifikasi timbul lapisan lumpur (sludge blanket) sehingga dapat menghalangi dan menangkap mikroflok. Kesulitan unit ini adalah pada proses penumbuhan lapisan lumpur dan menjaganya agar tetap stabil ketika dibersihkan. Yang masih tergolong flokulator hidrolis adalah Alabama Flocculator. Kali pertama unit ini dibuat di Alabama dan sukses diterapkan di Amerika Latin. Pebble Bed Flocculator. Ini termasuk yang unik dalam pengolahan air. Flokulasi terjadi di dalam rongga antarbutir kerikil, mirip dengan filtrasi. Hanya saja, media butirnya jauh lebih besar daripada media filter, bahkan lebih besar daripada roughing filter. Mekanisme alirannya mengikuti formula yang biasa diterapkan dalam desain dan operasi filter konvensional, khususnya rapid sand filter.

Ada satu lagi yang termasuk hidrolis yaitu Surface Contact Flocculator. Bermula dari India, unit ini lebih diarahkan untuk mengolah air berdebit kecil. Kesulitan operasi pada pebble bed flocculator berupa sumbatan (clogging), tidak terjadi pada unit ini. Terdiri atas pelat dan sekat yang dipasang zigzag atau selang-seling untuk mendapatkan proses pengadukan, model flokulator ini menunggu untuk diteliti dalam skala laboratorium maupun pilot. Adakah PDAM yang bersemangat mendukungnya? Yang terakhir adalah Baffled Channel. Jenis ini adalah flokulator yang relatif banyak di PDAM, baik yang aliran airnya turun-naik maupun yang berkelok. Berikut diberikan contoh flokulator kanal kelok yang dibangun di PDAM Kota Tarakan, diterbitkan atas seizin direksinya.

Rapid dan Slow Mixing pada Instalasi Pengolahan Air Minum (Part 01)

Rapid dan Slow Mixing pada Instalasi Pengolahan Air Minum (Part 01)

Rapid dan Slow Mixing pada Instalasi Pengolahan Air Minum (Part 01)

Kalau memanfaatkan air baku dari sungai, danau atau waduk, IPAM di PDAM (dan di mana saja), hampir dapat dipastikan (99%) dilengkapi dengan unit mixing. Unit yang dapat dibedakan menjadi dua jenis ini, yaitu rapid mixing dan slow mixing, menjadi harga mati bagi proses klarifikasi, filtrasi, dan desinfeksi (khususnya klorinasi).

Berikut penjelasan global mengenai Rapid Mixing pada instalasi pengolahan air minum. Selamat menikmati.



Air sungai, danau, dan waduk, juga badan air permukaan lainnya, diperkaya oleh material tanah hasil erosi, khususnya lempung (koloid), dissolusi mineral, dan busukan zat organik. Karena material ini tidak layak masuk ke dalam tubuh manusia (ada yang berbahaya) maka harus dihilangkan dulu dengan cara pengolahan yang melibatkan unit mixing. Apalagi kalau badan air tersebut terkontaminasi oleh limbah industri dan domestik, penerapan proses kimia tak bisa ditawar-tawar lagi.

Di antara tiga jenis material dalam air seperti disebut di atas, yang menjadi fokus utama di PDAM tak lain daripada koloid (colloidal). Koloid adalah partikel berukuran mikron (1 – 200 milimikron) yang mayoritas bermuatan negatif sehingga stabil dan tidak bisa mengendap. Berdasarkan “kesukaannya” pada air, koloid dapat dibedakan menjadi dua, yaitu hidrofilik dan hidrofobik. Koloid hidrofilik (suka air) adalah koloid yang berdaya afinitas (ikat) tinggi terhadap air sedangkan koloid hidrofobik (takut air) rendah daya afinitasnya terhadap air. Sifat hidrofilik menyebabkan ikatan koloid dengan air menjadi kuat sehingga koloid lebih stabil dan sulit dipisahkan dari air. Kestabilan koloid hidrofilik ini disebabkan oleh fenomena hidrasi, yaitu molekul air tertarik oleh permukaan koloid sehingga menghalangi terjadinya kontak antarkoloid.

Rapid Mixing
Pengadukan cepat (rapid, flash, quick, fast mixing) adalah unit yang digunakan untuk meratakan koagulan secara singkat ke seluruh bagian air agar dihasilkan destabilisasi koloid sehingga terjadi proses koagulasi. Fenomena pengadukan ini dapat terjadi di banyak tempat dan alat, misalnya di terjunan air, pusaran air, loncatan hidrolis, aliran dalam pipa, belokan pipa, di dalam pompa, venturi flumes, dan alat-alat pengaduk seperti paddle, turbine, popeller. Secara mikroelektrokimia, mixing menyebabkan reaksi antara muatan negatif koloid dan muatan positif koagulan yang menghasilkan destabilisasi. Kejadian inilah yang akhirnya berujung pada kait-mengait antara koloid dan koagulan kemudian tumbuh menjadi mikroflok lalu makroflok yang terus membesar, berat, dan “padat”.

Literatur yang lain menyatakan bahwa koagulasi adalah pemberian kation (bermuatan positif) ke dalam air baku yang kaya koloid (permukaannya bermuatan negatif) sehingga terjadi tarik-menarik yang akhirnya dapat menghilangkan kestabilan koloid. Di sini terjadi perubahan koloid yang stabil menjadi koloid yang tidak stabil (labil) lalu disertai proses pelekatan (penggumpalan, aglomerasi). Taraf pelekatan ini pun bergantung pada intensitas pengadukan yang diukur dengan parameter gradien kecepatan (velocity gradient) dan lamanya pengadukan. Korelasi dua hal tersebut telah dirumuskan dalam formula kinetika oleh Camp & Stein dan masih diterapkan sampai sekarang untuk mendesain unit mixing.

Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa gradien kecepatan bergantung pada daya atau energi dissipasi atau energi yang dimasukkan (power input) ke dalam air, kekentalan (viskositas) air, dan volumenya. Adapun nilai gradien kecepatan koagulasi antara 250 – 1.500 per detik sedangkan pada flokulasi 10 – 100 per detik. Nilai ini memang berbeda-beda dari satu buku ke buku lainnya, tetapi rentang nilainya ada yang sama (beririsan). Satu lagi parameternya yang penting, yaitu nilai G.td dengan kisaran 30.000 – 60.000 (tanpa satuan) dan waktu detensinya (detention time, td) = 60 – 120 detik. Karena air yang diolah sudah ditetapkan debitnya, maka waktu detensinya dapat dihitung, yaitu V/Q. Apabila rasio daya dissipasi terhadap volume airnya besar, maka gradien kecepatannya pun membesar sehingga sifat aliran fluidanya menjadi makin turbulen. Makin besar nilai G, makin besar pula adukan yang terjadi.

Bagaimana praktiknya di lapangan? Patut diakui bahwa kalkulasi di atas kertas, walaupun sangat teliti secara teoretis, kerapkali tidak sesuai dengan kejadian di lapangan, bahkan sering berbeda dengan fenomena di laboratorium (skala lab). Ini disebabkan oleh banyak hal yang terus berubah kondisinya sehingga berpengaruh pada koagulasi. Hal-hal ini, selain faktor intensitas pengadukan dan tingkat turbulensinya, ialah:
a. Derajat keasaman air (pH) dan alkalinitas. Koagulasi akan berlangsung dengan baik apabila berada pada rentang pH optimum untuk koagulan masing-masing.
b. Tingkat kekeruhan air baku. Makin keruh air bakunya, makin banyak kebutuhan koagulannya.
c. Dosis dan karakteristik koagulan. Dosis berkaitan dengan taraf kekeruhan air baku dan karakteristik koagulan yang digunakan.
d. Mode pengadukan. Telah disebut di atas, intensitas pengadukan yang tepat dan cepat akan meratakan sebaran koagulan ke seluruh bagian air.
e. Temperatur air. Koagulasi berlangsung relatif lambat pada temperatur rendah.

Namun demikian, pendekatan teoretis yang meskipun berbeda hasilnya dengan praktik di lapangan masih dapat dijadikan acuan dalam mendesain unit mixer. Ini jauh lebih baik daripada tidak ada acuan sama sekali. Selain itu, peran operator pun ikut menentukan optimalisasi operasi mixing, termasuk kemampuannya dalam menganalisis perubahan kondisi air baku di lapangan dan menginterpretasikan data hasil jar test-nya di laboratorium kemudian melakukan cek dan atur ulang (resetting) katup dan alat-alat mekanisnya.

Jar Test
Satu hal yang tidak bisa dan tidak boleh dilupakan dalam kaitannya dengan mixing adalah jar test. Inilah miniatur unit mixing, sekaligus unit sedimentasi atau klarifikasi. Terlampir ditampilkan sebuah foto (gambar 1) alat jar test yang berfungsi untuk memprediksi dosis optimum koagulan yang layak diterapkan pada sampel air baku dengan kondisi relatif tetap, baik pH, temperatur, maupun kekeruhannya. Tentu saja hasil jar test ini tidak akan sama dalam semua periode musim lantaran terjadi perubahan kualitas air, baik secara fisika, kimia, maupun biologi. Itu sebabnya, dalam jangka panjang, operator wajib (sebaiknya diwajibkan oleh direksi PDAM) untuk rutin mencatat perubahan kondisi air baku sebelum masuk ke unit mixing sekaligus melaksanakan jar test dan mencatatkan hasilnya di dalam buku dan dibuatkan grafik variasi kualitasnya. Data ini bermanfaat bagi PDAM dalam jangka panjang untuk memperkirakan karakteristik air baku daerah setempat dan juga berguna dalam perancangan IPAM pada masa depan.

Meskipun sudah menjadi pekerjaan harian di PDAM (terutama di PDAM besar yang air bakunya dari sungai), secara ringkas di sini dipaparkan tentang jar test. Prinsipnya, zat kimia yang dapat digunakan sebagai koagulan (dalam jar test dan praktik di lapangan) adalah semua yang kationnya bervalensi dua atau lebih dan kuat sifat elektrolitnya seperti Fe (ferrum, besi) dan Al (aluminum). Yang umum dan sudah dijual luas ialah aluminum dan derivatnya: aluminum sulfat (tawas (Al2(SO4)3.18H2O) dan Polyaluminum Chloride (PAC). Dari jenis besi antara lain fero sulfat (Fe(SO4)) dan feri klorida (FeCl3). Apabila koagulan, misalnya alum dan derivatnya, dimasukkan ke dalam air, maka akan terjadi disosiasi dan hidrolisis, kemudian polimerisasi.

Yang berperan dalam destabilisasi koloid pada reaksi di atas adalah kation Al3+. Di dalam campuran air dan koagulan (mixed liquor), molekul Al(OH)3 yang wujudnya padat atau presipitat dapat berfungsi sebagai inti flok (nucleus), sedangkan ion kompleksnya, Al(H2O)4(OH)2)4+ berfungsi sebagai tali atau rumbai yang menghubungkan partikel satu dengan yang lainnya. Pada tabel 1 diberikan fenomena koagulasi dan tahap-tahapnya sampai tercapai flok yang berat (flokulasi peri dan ortokinetik). Adapun gambar 2 berisi urutan fenomena koagulasi flokulasi dengan polimer yang digambarkan seperti benang (tali) berjumbai (rumbai) yang siap menangkap partikel koloid. Partikel yang labil terus bergabung membentuk flok yang lebih besar dan begitu seterusnya. Tulisan khusus tentang flokulasi (slow mixing) akan diberikan pada edisi selanjutnya. (bersambung ke "Rapid dan Slow Mixing pada Instalasi Pengolahan Air Minum (Part 02)")

Koagulasi dan Flokulasi

Koagulasi dan Flokulasi


Dalam dunia lingkungan, kita sering menemukan istilah koagulasi dan flokulasi.
Tahukah anda apa sebenarnya arti dari dua kata tersebut? berikut penjelasannya.



KOAGULASI

Koagulasi merupakan proses destabilisasi muatan partikel koloid, suspended solid halus dengan penambahan koagulan disertai dengan pengadukan cepat untuk mendispersikan bahan kimia secara merata. Dalam suatu suspensi, koloid tidak mengendap (bersifat stabil) dan terpelihara dalam keadaan terdispersi, karena mempunyai gaya elektrostatis yang diperolehnya dari ionisasi bagian permukaan serta adsorpsi ion-ion dari larutan sekitar. Pada dasarnya koloid terbagi dua, yakni koloid hidrofilik yang bersifat mudah larut dalam air (soluble) dan koloid hidrofobik yang bersifat sukar larut dalam air (insoluble). Bila koagulan ditambahkan ke dalam air, reaksi yang terjadi antara lain adalah:

* Pengurangan zeta potensial (potensial elektrostatis) hingga suatu titik di mana gaya van der walls dan agitasi yang diberikan menyebabkan partikel yang tidak stabil bergabung serta membentuk flok;

* Agregasi partikel melalui rangkaian inter partikulat antara grup-grup reaktif pada koloid;

* Penangkapan partikel koloid negatif oleh flok-flok hidroksida yang mengendap.

Untuk suspensi encer laju koagulasi rendah karena konsentrasi koloid yang rendah sehingga kontak antar partikel tidak memadai, bila digunakan dosis koagulan yang terlalu besar akan mengakibatkan restabilisasi koloid. Untuk mengatasi hal ini, agar konsentrasi koloid berada pada titik dimana flok-flok dapat terbentuk dengan baik, maka dilakukan proses recycle sejumlah settled sludge sebelum atau sesudah rapid mixing dilakukan. Tindakan ini sudah umum dilakukan pada banyak instalasi untuk meningkatkan efektifitas pengolahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi antara lain:

1. Kualitas air meliputi gas-gas terlarut, warna, kekeruhan, rasa, bau, dan kesadahan;

2. Jumlah dan karakteristik koloid;

3. Derajat keasaman air (pH);

4. Pengadukan cepat, dan kecepatan paddle;

5. Temperatur air;

6. Alkalinitas air, bila terlalu rendah ditambah dengan pembubuhan kapur;

7. Karakteristik ion-ion dalam air.

Koagulan yang paling banyak digunakan dalam praktek di lapangan adalah alumunium sulfat [Al2(SO4)3], karena mudah diperoleh dan harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan jenis koagulan lain. Sedangkan kapur untuk pengontrol pH air yang paling lazim dipakai adalah kapur tohor (CaCO3). Agar proses pencampuran koagulan berlangsung efektif dibutuhkan derajat pengadukan > 500/detik, nilai ini disebut dengan gradien kecepatan (G).

Untuk mencapai derajat pengadukan yang memadai, berbagai cara pengadukan dapat dilakukan, diantaranya:

1. Pengadukan Mekanis

Dapat dilakukan menggunakan turbine impeller, propeller, atau paddle impeller.

2. Pengadukan Pneumatis

Sistem ini menggunakan penginjeksian udara dengan kompresor pada bagian bawah bak koagulasi. Gradien kecepatan diperoleh dengan pengaturan flow rate udara yang diinjeksikan.

3. Pengadukan hidrolis

Pengadukan cepat menggunakan sistem hidrolis dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya melalui terjunan air, aliran air dalam pipa, dan aliran dalam saluran. Nilai gradien kecepatan dihitung berdasarkan persamaan sebelumnya. Sementara besar headloss masing-masing tipe pengadukan hidrolis berbeda-beda tergantung pada sistem hidrolis yang dipakai. Untuk pengadukan secara hidrolis, besar nilai headloss yang digunakan sangat mempengaruhi efektifitas pengadukan. Nilai headloss ditentukan menurut tipe pengadukan yang digunakan, yaitu terjunan air, aliran dalam pipa, atau aliran dalam saluran (baffle).

a. Terjunan hidrolis

Metode pengadukan terjunan air merupakan metode pengadukan hidrolis yang simple dalam operasional. Besar headloss selama pengadukan dipengaruhi oleh tinggi jarak terjunan yang dirancang. Metode ini tidak membutuhkan peralatan yang bergerak dan semua peralatan yang digunakan berupa peralatan diam/statis.

peace

Gambar 3.2 Terjunan Hidrolis

b. Aliran dalam pipa

Salah satu metoda pengadukan cepat yang paling ekonomis dan simple adalah pengadukan melalui aliran dalam pipa. Metoda ini sangat banyak digunakan pada instalasi-instalasi berukuran kecil dengan tujuan menghemat biaya operasional dan pemeliharaan alat. Efektivitas pengadukan dipengaruhi oleh debit, jenis dan diameter pipa, dan panjang pipa pengaduk yang digunakan.

c. Aliran dalam saluran (baffle)

Bentuk aliran dalam saluran baffle ada dua macam, yang paling umum digunakan yaitu pola aliran mendatar (round end baffle channel) dan pola aliran vertikal (over and under baffle).

Operasional dan Pemeliharaan.

* Pemeriksaan kualitas air baku di laboratorium instalasi sangat diperlukan untuk menentukan dosis koagulan yang tepat, pemeriksaan yang perlu dilakukan diantaranya mengukur kekeruhan air (turbidity) dan derajat keasaman (pH) air baku. Dosis koagulan ditentukan berdasarkan percobaan jar-test, sedangkan pH air baku ditentukan dengan komparator pH;
* Pengontrolan debit koagulan yang masuk ke splitter box dilakukan setiap jam oleh operator instalasi;

* Pemeriksaan clogging pada saluran/pipa feeding dan pompa pembubuh larutan koagulan dilakukan setiap harinya oleh operator instalasi, dan pemeriksaan clogging pada orifice diffuser;

FLOKULASI

Proses flokulasi dalam pengolahan air bertujuan untuk mempercepat proses penggabungan flok-flok yang telah dibibitkan pada proses koagulasi. Partikel-partikel yang telah distabilkan selanjutnya saling bertumbukan serta melakukan proses tarik-menarik dan membentuk flok yang ukurannya makin lama makin besar serta mudah mengendap. Gradien kecepatan merupakan faktor penting dalam desain bak flokulasi. Jika nilai gradien terlalu besar maka gaya geser yang timbul akan mencegah pembentukan flok, sebaliknya jika nilai gradien terlalu rendah/tidak memadai maka proses penggabungan antar partikulat tidak akan terjadi dan flok besar serta mudah mengendap akan sulit dihasilkan. Untuk itu nilai gradien kecepatan proses flokulasi dianjurkan berkisar antara 90/detik hingga 30/detik. Untuk mendapatkan flok yang besar dan mudah mengendap maka bak flokulasi dibagi atas tiga kompartemen, dimana pada kompertemen pertama terjadi proses pendewasaan flok, pada kompartemen kedua terjadi proses penggabungan flok, dan pada kompartemen ketiga terjadi pemadatan flok.

Pengadukan lambat (agitasi) pada proses flokulasi dapat dilakukan dengan metoda yang sama dengan pengadukan cepat pada proses koagulasi, perbedaannya terletak pada nilai gradien kecepatan di mana pada proses flokulasi nilai gradien jauh lebih kecil dibanding gradien kecepatan koagulasi.

Operasional dan Pemeliharaan.

* Penyisihan schum yang mengapung pada bak flokulasi dilakukan setiap hari secara manual menggunakan alat sederhana (jala), biasanya dilakukan pada pagi hari;

* Pengontrolan ukuran flok yang terbentuk melalui pengamatan visual;

* Pemeriksaan kemungkinan tumbuhnya algae pada dinding tangki dan baffle;

d. Pengontrolan kecepatan mixer jika pengadukan dilakukan menggunakan mechanical mixer. Pengoperasian mixer membutuhkan perawatan yang lebih besar dari penggunaan flokulator baffle;

Penyaringan Air secara sederhana dalam skala rumah tangga

Penyaringan Air secara sederhana dalam skala rumah tangga



Kebutuhan akan air bersih merupakan dambaan bagi setiap kita, apalagi pada musim hujan sekarang ini, kebutuhan akan air bersih menjadi meningkat. Oleh karenanya diperlukan suatu teknologi tepat guna untuk membantu keadaan di atas. Teknologi ini tidak hanya tepat guna namun sederhana dan tidak terlalu harus merogoh kocek yang banyak. Berikut langkah-langkah yang saya dapat berikan :



1.

Air pertama kali diisi pada bagian yang paling atas dengan air kotor atau air yang akan dijernihkan. Kemudian ditambah tawas yang berfungsi sebagai koagulan yang dapat membantu mengendapkan kotoran-kotoran (flok-flok) menjadi lumpur yang siap untuk dibuang. Pemberian kaporit sebagai desinfektan dapat diberikan pada tahap ini, tetapi bisa juga bersifat optional. Pemberiaan kaporit dilakukan untuk membunuh bakteri yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
2.

Pada tahap kedua dialirkan melalui media pasir dan krikil. Kedua media ini berfungsi untuk menahan partikel yang masih melayang (suspensi) di dalam air, sehingga diharapkan nantinya air yang melalui media ini air dalam kondisi jernih dan sedikit kandungan floknya.
3.

Pada tahap selanjutnya, air dialirkan ke media ijuk dan arang. Pemberian media ini dimaksudkan agar air yang masih terdapat kandungan floknya menjadi lebih jernih, sedangkan arang berfungsi untuk menghilangkan rasa air, warna, dan bau yang tidak sedap yang dapat mengganggu kenikmatan kita meminum air.
4.

Tahap terakhir air menjadi jernih seperti yang kita harapkan. Pada tahap ini diperkenankan untuk memberikan kaporit kembali sebagai antisipasi pada saat proses penyaringan tadi masih terdapat bakteri yang berbahaya bagi kesehatan tubuh kita.

Jenis pengolahan di atas sebenarnya adalah embrio bagi PDAM-PDAM seluruh Indonesia dalam menerapkan teknnologi pengolahan air skala besar. Pada pengolahan di atas terdapat unit-unit pengolahan air yang sering diterapkan di PDAM, yaitu : Koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, dan desinfeksi. Koagulasi, flokulasi, sedimentasi, dan desinfeksi terdapat pada tahap pertama kali penyaringan (lihat gambar di atas). Sedangkan filtrasi terdapat pada tahap kedua dan ketiga yaitu berupa pemasangan media pasir, krikil, arang dan ijuk.

Ternyata nenek moyang kita secara tidak langsung memberikan pelajaran berharga kepada kita semua. Sekarang bagaimana dengan kita sendiri ?, sudahkah kita melakukan inovasi yang berharga bagi anak cucu kita kelak ?. Selamat berkarya, semoga kita melahirkan maha karya yang dapat dikenang sepanjang masa.

Jartest

Jartest

Jartest

Untuk mengentahui tingkat kekeruhan suatu sample air, maka kita bisa menggunakan alat laboratorium yang bernama Jartest. Jartest ini juga dapat digunakan untuk mengetahui kinerja kogulasi dan flokulasi secara simulasi di laboratorium asalkan air yang dilakukan simulasi dengan jartest ini adalah air yang benar-benar akan dilakukan pengolahan dilapangan.

Standar ini menetapkan suatu metode pengujian koagulasi flokulasi dengan cara jartest, termasuk prosedur umum untuk mengevaluasi pengolahan dalam rangka mengurangi bahan-bahan terlarut, koloid, dan yang tidak dapat mengendap dalam air dengan menggunakan bahan kimia dalam proses koagulasi-flokulasi, yang dilanjutkan dengan pengendapan secara gravitasi.



Koagulasi adalah proses pembubuhan bahan kimia (koagulan) ke dalam air yang akan dioIah. Flokulasi adalah proses penggumpalan bahan terlarut, kolois, dan yang tidak dapat mengendap dalam air. Uji koagulasi-flokulasi dilaksanakan untuk menentukan dosis bahan-bahan kimia, dan persyaratan yang digunakan untuk memperoleh hasil yang optimum. Variabel-variabel utama yang dikaji sesuai dengan yang disarankan, termasuk :

* Bahan kimia pembantu
* pH
* Temperatur
* Persyaratan tambahan dan kondisi campuran.

Metode uji ini digunakan untuk mengevaluasi berbagai jenis koagulan dan koagulan pembantu pada proses pengolahan air bersih dan air Iimbah. Pengaruh konsentrasi koagulan dan koagulan pembantu dapat juga dievaluasi dengan metode ini. Peralatan yang diperlukan terdiri dari: Pengaduk, Gelas Kimia, Rak Pereaksi Bahan kimia dan bahan pembantu, digunakan untuk larutan dan suspensi pengujian, kecuali koagulan pernbantu dapat dipersiapkan setiap akan digunakan dengan membuat larutan sampai mencapai konsentrasi 10 gr/L. Koagulan pembantu, dalam perdagangan tersedia berbagai macam koagulan pembantu atau polielektrolit.
Prosedur pengujian :

1. Masukkan volume contoh uji yang sama (1000 mL) kedalam masing-masing gelas kimia. Tempatkan gelas hingga baling-baling pengaduk berada 6,4 mm dari dinding gelas. Catat temperatur contoh uji pada saat pengujian dimulai.
2. Letakkan bahan (kimia) uji pada pereaksi.
3. Operasikan pengaduk muIti posisi pada pengadukan cepat dengan kecepatan kira-kira 120 Rpm. Tambahkan larutan atau suspensi pada setiap penentuan dosis yang telah ditentukan sebelumnya.
4. Kurangi kecepatan sampai pada kecepatan minimal, untuk menjaga keseragaman partikel flok yang terlarut melalui pengadukan lambat selama 20 menit.
5. Setelah pengadukan lambat selesai, angkat baling-baling dan lihat pengendapan partikel flok.
6. Setelah 15 menit pengendapan, catat bentuk flok pada dasar gelas dan catat temperatur contoh uji, Dengan menggunakan pipet atau siphon, keluarkan sejumlah cairan supernatan yang sesuai sebagai contoh uji untuk penentuan warna, kekeruhan, pH dan analisis lainnya.
7. Ulangi langkah 1 sampai 6 di atas sampai semua variabel penentu terevaluasi. Untuk mendapatkan hasil yang lebih teliti prosedur berpasangan 3 dan 3 jartest dianjurkan.

Tips Masakan Sehat dari Bahan Herbal

Tips Masakan Sehat dari Bahan Herbal

Tips Masakan Sehat dari Bahan Herbal

Brokoli Tumis Cabe Kering
Sayuran yang dikenal dapat membantu pencegahan penyakit kanker ini tampak nikmat dengan diolah tumis menggunakan cabe kering.

Bahan Baku: 500 gr brokoli, 5 buah cabe kering, 2 sendok makan kecap inggris, ½ sendok teh kaldu ayam bubuk, ½ sendok makan minyak wijen, 3 siung bawang putih, 5 sendok makan air.

Cara Mengolah :



1. Potong-potong brokoli sesuai kuntumnya, rendam dalam air garam selama 5 menit. Tiriskan.
2. Cincang halus bawang putih dan cabe merah kering, sisihkan.
3. Tumis bawang putih dan cabe merah kering hingga harum, tuangkan sedikit air.
4. Masukkan brokoli, kecap Inggris, kaldu ayam bubuk, dan minyak wijen. Aduk-aduk hingga brokoli matang. Angkat.
5. Sajikan segera.

Tips Menghindari Flu

Tips Menghindari Flu

Tips Menghindari Flu

Secara medis virus emang gak ada obatnya ( flu juga berasal dr virus ). Yang bisa kita lakukan adalah dengan meningkatkan immun (kekebalan tubuh) kita. Berikut adalah beberapa tip yang lumayan bagus untuk meningkatkan immun kita untuk yang sering batuk/bersin/flu/radang tenggorokan dan alergi.

Tiap pagi minum lah minyak zaitun dan madu masing2 1 sendok makan, untuk anak2 cukup 1 /2 sendok makan. Lakukan secara teratur tiap pagi, insya Allah sangat membantu. Jangan lupa bersihkan kamar dari debu dan kotoran-kotoran lain nya.Selamat mencoba. [www.wanita.com]